09 Juli 2018 - MTsN 25 Jakarta Timur
Pelatihan Guru Fasilitator Angkatan V, Lapangan Kecil & IGI
03 Juli 2018 - Hotel Bidakara, Jakarta
WNPG (Widyakarya Pangan Gizi Nasional) XI 2018, LIPI Kemenkes
28 Juni 2018 - Hotel Park Lane, Jakarta
Finalisasi Pedoman Penganan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana, Direktorat Gizi Kemenkes
06 Juni 2018 - Waingapu, Sumba Timur
Pelatihan Aksi Berantas Malaria, Perdhaki
05 April 2018 - Aston Hotel, Bogor
Membangun kedekatan dalam organisasi BRG,
21 Maret 2018 - Hotel Ibis, Menteng Jakarta
Sharing Non-maintsream Behavioral Change Communication, Vitamin Angels
29 Januari 2018 - Jakarta
Ujicoba Pedoman Gizi Seimbang Kelompok Anak Usia Sekolah & Remaja, GAIN
24 Januari 2018 - Melrimba, Puncak, Cianjur
Membangun Keakraban dalam Komunitas Kelurahan, Kelurahan Bojongsari Depok
Kalimat aslinya, what doesn’t kill me makes me stronger. Begitu dikatakan Nietzsche, salah satu pioner filsafat eksistensialisme.
Tapi apa betul begitu?
Atau itu hanya sekedar pemberi semangat saja?
Asalkan tidak sampai mati, maka besoknya menjadi lebih kuat? Kalau kita “dihajar” kompetitor, asalkan tidak sampai collapse, besoknya akan menjadi lebih tegar? Kalau kita ditekan bos, asalkan tidatk sampai semaput, besok bangun pagi lebih bugar?
Belajar dari sejumlah periset, Duckworth (2016) justru menyimpulkan sebaliknya. Hal yang tidak membunuhmu terkadang membuatmu lemah. Lama-lama, bisa jadi akhirnya mati.
Kunci pertama adalah kontrol terhadap tantangan yang dihadapi. Kalau seseorang hanya menerima tantangan, tekanan, “pukulan” dan tidak berbuat apa-apa atau hanya bertahan saja, maka lama-lama dia akan menjadi lemah.
Namun, bila dia mengambil sikap dan berusaha mengontrol situasi, walaupun kemudian “babak belur”, asalkan tidak sampai “mati”, maka pada akhirnya dia akan menjadi lebih kuat.
Melakukan kontrol artinya dia dengan kesadaran penuh melakukan sesuatu untuk mengatasi tantangan atau dengan kata lain, dia berbuat dan juga mempelajarinya. Kemudan muncullah kesadaran bahwa if I do something, then something will happen. Pada dasarnya, ini yang disebut Duckworth sebagai growth-mind.
Mengembangkan growth-mind dampingannya menjadi salah satu kunci keberhasilan jangka panjang. Karena itu, pendamping atau guru harus memastikan dampingan paham tujuan suatu upaya. Jangan sebatas tahu caranya tapi tidak tahu tujuannya. Apalagi hanya asal ikuti saran atau panduan saja.
Kedua, saat gagal atau berhasil, dampingan harus dibantu agar tahu sebab-sebabnya dan dikaitkan dengan upaya yang dilakukan. Kemudian, berikan ruang agar dampingan memikirkan cara yang lebih baik untuk tujuan tertentu.
Dengan begitu, yang dikatakan what doesn’t kill me makes me stronger, bisa betul-betul terjadi.
Risang Rimbatmaja
www.lapangankecil.org